Jangan Manyun Menghadapi Pensiun

Oleh: Joko Intarto

----
Semangat dan inovasi. Dua hal itulah yang membuat obrolan kami tak kunjung berhenti. Saya memang sedang menggali: apa rahasia suksesnya mengembangkan outlet Coklat Point yang begitu cepat itu.
-----

Ngobrol dengan T Rahman  itu tidak cukup sehari semalam. Terlalu sedikit ide yang bisa didiskusikan dengan pemilik Coklat Point. Yang jumlah outletnya hampir 200 itu.

Rahman. Seorang pengusaha muda yang ulet. Anak kyai pemilik pondok pesantren di Batu, Malang, itu seperti tak pernah kehabisan energi.

Ia pernah membuka usaha rumah produksi konten multimedia. Kemudian merintis jasa kontraktor pembangunan studio rekaman. Juga pernah menjadi instalator sistem pembangkit tenaga surya dan menjual madu obat kuat.

Bangkit. Jatuh. Mencoba lagi. Terjungkal. Kejeglong-jeglong. Berdiri lagi. Sampai akhirnya sukses berjualan minuman coklat dengan nama Coklat Point.

Bulan lalu, saya bertemu di Semarang. Outletnya baru 170. Semalam berjumpa lagi di Jogja. Sudah bertambah 20. Terbanyak memang masih di Jawa Tengah.

Saya kira Rahman sudah puas. Dengan keberhasilannya membuka jaringan Coklat Point. Ternyata belum. Ia masih ingin terus menambah outlet. Lewat waralaba berkonsep bagi hasil. Tahun ini ia bercita-cita membuka outet hingga 500. Luar biasa.

Apa yang membuat Rahman begitu optimistis dengan bisnis coklatnya? ‘’Tren gaya hidup sehat anak muda,’’ kata Rahman.

Dulu, gaya anak muda modern disimbolkan dengan minuman berkarbonasi, produk dari Amerika Serikat. Sekarang anak-anak muda memilih minuman yang sehat. Termasuk minuman coklat.

Jumlah penduduk berusia muda di Indonesia saat ini sangat besar. Yang punya hak pilih pada pilpres 2019 saja berkisar 100 juta. Belum lagi yang masih menjelang remaja. Mereka itulah pasar potensialnya.

Untuk menyasar anak-anak muda, Rahman membuka peluang kepada semua orang untuk membeli waralaba Coklat Point. Salah satunya: calon pensiunan pegawai negeri sipil, militer, polisi maupun swasta.

Gagasan bermitra dengan calon pensiunan, kata Rahman, berawal dari pengalaman. Banyak kenalannya yang menjadi lebih sering manyun setelah pensiun.

Saat menerima uang pensiun yang besar, mereka segera membuat usaha. Meski tanpa ilmu dan pengetahuan yang memadai. Terkait liku-liku dalam bisnis yang diterjuni.

Memang ada yang berhasil. Tapi lebih banyak yang gagal. Alhasil, duit hilang. Mimpi untung pun melayang. ‘’Ini yang menjadi concern saya,’’ kata Rahman.

Caranya? ‘’Saya yang menjalankan bisnis Coklat Point mereka. Boleh seterusnya. Boleh sementara. Sampai mereka bisa menjalankan seluruh proses bisnisnya,’’ kata Rahman.

Dengan model pengelolaan ini, pembeli waralaba bisa belajar bertahap. Rata-rata pembeli waralaba sudah bisa mengelola penuh setelah enam bulan.

Hasil usaha Coklat Point cukup lumayan. Berdasar pengalaman, investasi untuk satu outlet rata-rata kembali dalam waktu 16 bulan.

Waralaba dengan sistem bagi hasil, kata Rahman, terbukti paling sukses. Dibandingkan berbagai sistem yang pernah dijalankannya. Pada bisnis lain sebelumnya. (jto)

Related News

Comment (0)

Comment as: